Pemkab Sintang Sosialisasikan Perbup 18 Untuk Wilayah Kecamatan Tempunak
Sintang-www.mediakapuasraya.com-Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Sintang, Yustinus J memimpin sosialisasi peraturan Bupati Sintang nomor 31 tahun 2020 tentang cara pembukaan lahan bagi masyarakat di Kabupaten Sintang, di Gedung Serbanguna, Kecamatan Tempunak, Kamis (25/6/2020), kepada para Kepala Desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh adat dan unsur terkait lainnya di Kecamatan Tempunak.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut dua Anggota DPRD Kabupaten Sintang, unsur pimpinan OPD di Lingkungan Pemkab Sintang, unsur Forkopimcam Tempunak dan unsur terkait lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Sintang, Yustinus J mengatakan, dengan adanya sosialisasi perbup nomor 31 tentang cara pembukaan lahan bagi masyarakat di Kabupaten Sintang, untuk memberikan pemaham kepada para Kepala Desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh adat dan unsur terkait lainnya di kecamatan agar bisa membantu pemerintah daerah untuk mensosialisasikan perbup tersebut kepada masyarakat. Sehingga dalam prosesnya nanti saat masyarakat melakukan pembakaran lahan dengan cara bakar, tidak bermasalah dengan hukum seperti yang sudah terjadi sebelumnya.
“perbup ini merupakan payung hukum bagi kita masyarakat yang berladang dengan cara bakar, agar jangan sampai terjadi lagi permasalahan hukum seperti yang terjadi beberapa bulan lalu yang dialami masyarakat peladang kita. Tentunya konseskuensi kita atau peran kades dan aparatur desanya, BPD, tokoh masyarakat dan tokoh adat bisa membantu mensosialisasi perbup ini di tempatnya masing-masing baik itu kepada dusun, RT, RW dan kepada masyarakat”kata Yustinus.
Kenapa pentingnya peran, kades, aparatur desanya, BPD, tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat mensosialisasikan perbup ini, di jelaskan Yustinus, agar masyarakat dalam melakukan proses berladang sesuai aturan yang sudah diatur dalam perbup tersebut, meskipun tata caranya itu sudah di ketahui masyarkat, karena itu sudah menjadi kearifan lokal sejak dulu, namun setidaknya perbup ini menjadi penguat atau payung hukum agar masyarakat peladang terlindungi jika terjadi masalah hukum. Di jelaskan Yustinus, dalam perbup tersebut bahwa pembukaan lahan itu ada dua cara yakni dengan cara tanpa bakar dan membakar terbatas dan terkendali.
“jadi kalau kita mikir pembukaan lahan tanpa bakar itu bukan tradisi atau kebiasaan kita, betul. Tapi paling tidak pembukaan lahan tanpa bakar ini masyarakat kita disilakan memilih, mau tanpa bakar atau membuka lahan membakar terbatas dan terkendali. Tapi kebiasan kita ialah pembakaran terbatas dan terkendali. Tetapi bukan berarti pembukaan lahan tanpa bakar itu tidak kita lakukan, tentu arah kita 20 atau 30 tahun kedepan kita bisa saja mengarah kepada pembukaan lahan tanpa bakar, karena mungkin saja lahan kita kedepannya makin habis”ujar Yustinus.
Untuk itulah, kata Yustinus, peran kades dan rt di tempat masing-masing untuk mendata warganya yang akan membuka lahan, karena sudah tersedia data atau formulir yang harus diisi oleh masyarakat yang ingin berladang. Sehingga kedepannya jika terjadi sesutau hal, data itu lah menjadi salah satu pelindung hukum bagi masyarakat. “nah peran kades, rt, sampaikan ini kepada masyarakat, data masyarakat kita yang akan berladang, sehingga kalau terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, ini bisa menjadi salah satu bukti, karena masyarakat yang berlandang sudah didata atau ada izinnya melalu data yang diisi tersebut”terang Yustinus.
Selain itu, Yustinus juga menjelaskan, ketika sudah musim membakar lahan baik itu untuk berladang atau untuk pertanian serta perkebunan lainnya, tentun efek yang di timbulkan pasti adanya bencana kabut asap, karena intensitas proses pembakaran lahan mungkin cukup tinggi. Oleh sebab itulah, saat itu pemerintah akan menentukan situasi tanggap darurat. Ketika sudah di tentukan tanggap darurat terhadap bencana asap oleh pemerintah yaitu selama 14 hari, maka masyarakat saat itu di minta untuk sementara tidak melakukan proses pembakaran. Dimana nantinya pemerintah daerah melalui BPBD dan Forkopimcam akan mensosialisasikan bahwa pemerintah daerah akan menentukan tanggap darurat bencana asap, seminggu sebelum tanggap darurat itu di tentukan.
“tentu BPBD bersama BMKG dan Dinas Lingkungan Hidup, sudah memprediksi cuaca kedepan seperti apa, lalu kabut asap dan lainnya itu akan berbahaya, nah itulah nanti BPBD bersama camat dan unsur lainnya akan mensosilaisasikan sampai kedesa. Sehingga selama 14 hari tanggap darurat tersebut, tugas dari camat, kepala desa, dusun sampai ke rt menyampaikan kepada masyarakat untuk sementara menghentikan proses pembakaran lahan selama tanggap darurat tersebut”terang Yustinus.
Yustinus juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang telah menginstruksikan kepada desa di bolehkan untung menganggarkan pegadaan peralatan pemadam kebakaran melalui RAPBDes. Hal itu merupakan bentuk antisipasi ketika ada kebakaran peralatan tersebut bisa di fungsikan. “selain itu juga, silakan di bentuk posko-posko relawan pemadam kebakaran di desa-desa yang melibatkan masyarakat setempat, itu juga salah satu bentuk antisipasi mengatasi kebakaran hutan dan lahan jika sampai meluas, dan juga pihak desa harus tetap bersinergi dengan pihak kecamatan”pungkas Yustinus.
Camat Tempunak, Kiyang, juga mengharapkan dan berpesan serta meminta kepada para kades, BPD untuk membantu pemerintah daerah mensosilisasikan perbup ini agar masyarakat memahami isi dan tujuan dari perbup tersebut.
“jangan sampai cuman datang rapat gini jak, nanti pulang ke desanya, lalu tidak di sosialisaikan ke masyarakat. Nanti masyarakat bilang, desa nda mensosialisasikannya, jangan sampai terjadi seperti itu. Harus di sosialisasi ini kepada masyarakat”pinta Kiyang.
Selain itu juga, kata Kiyang, pemerintah kecamatan bersama Forkopimcam juga nantinya akan mensosialisasikan perbup tersebut kedesa-desa, agar tersampaikan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. “Tentunya peran kepala desa, perangkatnya dan BPD sangat di perlukan yang utama”kata Kiyang.
Sementara itu, Temenggung Adat Tempunak, Florensius Jihin, mengatakan sangat mendukung adanya Perbup nomor 31 tahun 2020 ini karena sangat sejalan dengan apa yang sudah di lakukan oleh masyarakat sejak dulu. Terlebih memang kata dia, masyarakat adat sejak dulu ketika akan membuka lahan pasti ada pertemuan bersama yang di pimpin kepala kampung. Nah, kepala kampung itulah menyampaikan kepada masyarakat bahwa membakar ladang itu harus di lakukan bersama-sama atau di kenal di tengah-tengah masyarakat sistem goyong royong. “itu adat tradisional kita ya sejak dulu, saya ingat waktu masih kecil, rapat di pimpin kepala kampung ya, kepala kampung bilang kita mau bakar ladang, maka kalian hati-hati katanya, kalau membakar itu harus beramai-ramai, dibuat sekat api 2-3 meter supaya api tidak merembet”cerita Jihin.
Selain itu juga lanjut Jihin bercerita, kepala kampung mengingatkan dalam proses penanggulangi kebakaran juga ketika musim panas pun di tentukan waktunya, terlebih jika angin kencang, maka membakar lahan itu di larang pada siang hari, tapi di sarankan membakarnya di malam hari. “misalnya kalau musim panas, memang di atur waktu, jadi jam 2, jam 3 siang tu nda boleh bakar, bakar harus malam hari. Ramai-ramai memang kalau membakar tu, berjejer, jadi kalau api mau merembet semua sudah siap memadamkannya, jadi bisa terkendali”ceritanya lagi.
Kemudian juga kata Jihin, masyarakat kala itu juga membuat lobang air, atau sekarang di sebut embung, itu sebagai salah satu cara menanggulangi kebakaran ketika musim berladang tiba saat itu. “orang tua dulu, membuat lobang air, di cari lobang-lobang air tu, sehingga jauh dari merembetnya api, Cuma sekarang apakah manusia yang lalai atau karena alam, saya juga tidak tahu, karena alam juga iklim sudah berubah, kemudian juga manusia sudah tidak taat dengan aturan adat, seperti itulah yang terjadi”ujar Jihin.
Jihin juga sangat setuju jika ada masyarakat yang membakar lahan tidak patuh terhadap aturan yang sudah di tetapkan harus di tindak, misal membakar lahan sendiri-sendiri, karena tidak mau melibatkan masyarakat setempat beramai-ramai saat membakar. tapi kalau yang membakar dia bawa orang ramai, ikut aturan yang sudah di tentukan oleh ketua adat atau kepala kampung/kepala desa dulu, ia meminta itu jangan di tindak. “saya setuju kalau yang membakar lahan sendiri-sendiri di tindak, wajar, kalau ditindak, karena tidak mau melibatkan masyarakat ramai. Kalau merembet ke lahan atau kebun orangkan, orang lain rugi juga, dia juga rugi, dulu kalau seperti itu ada hukum adatnya”tutup Jihin.