Mapala Gempa Fisip Untan & Kompas Unka Bersihkan Tempat Wisata Cagar Alam Bukit Kelam.

SINTANG-KALBAR, (MKR) : Peringati hari bumi sangat baik bila diisi dengan aksinya nyata seperti membersihkan tempat wisata atau lingkungan sekitar kita. Dalam rangka memperingati hari bumi tahun 2015, Mapala Gempa Fisip Untan & Kompas Unka memberikan contoh kepada masyarakt luas dengan menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar, seperti contoh yang meleka lakukan, membersihkan cagar alam Bukit Kelam yang menjadi check point objek oleh sejumlah mahasiswa pencinta Alam, karena kondisinya yang sudah sangat memprihatinkan, akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab dengan sengaja merusak keindahan alam dan kelestariannya.

Menurut Koordinator Ekpedisi kegiatan ini, Ubit dari Mapala Fisip Untan mengatakan, Bukit Kelam telah diketahui merupakan cagar alam yang sangat eksotis, sebab disitu tersimpan sejumlah kekayaan alam, flora dan fauna. Dibalik pesona dan eksotisme Bukit Kelam juga tersimpan sebuah cerita yang cukup menarik. Tak ayal, banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara ingin merasakan eksotisme dari batu terbesar di dunia ini.

” Kita seharusnya patut bangga, akan keindahan dan eksotisme dari bukit kelam ini, yang dapat menghipnotis wisatawan,” ujarnya.

Namun, sangat disayangkan keindahan dan pesona di pancarkan selama oleh bukit kelam, berbanding terbalik dengan kondisinya sekarang, yang perlahan memprihatinkan, pasalnya lingkungan puncak atau check point objek dari bukit kelam kini telah rusak. Terlihat berbagai sampah yang yang menumpuk dan mengotori lingkungan bukit kelam.

” Oleh sebab itu, lewat moment hari Bumi yang jatuh pada 22 April lalu. Kami berupaya menggugah perhatian maupun kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk peduli kepada lingkungan dan menjaga kelestarian cagar alam Bukit Kelam ini,” katanya.

Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April , menandai hari jadi lahirnya sebuah perubahan pergerakan kepedulian terhadap lingkungan tahun 1970-an. Hari Bumi lahir diprakarsai oleh seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson. Saat itu ia melakukan protes secara nasional terhadap kalangan politik terkait permasalahan lingkungan. Ia mendesak agar isu-isu tersebut dimasukkan dalam agenda nasional.

Perjuangan Gaylord Nelson dimulai sekitar lebih dari 7 tahun sebelum Hari Bumi pertama. Pada awalnya Gaylord berharap pemikirannya tercapai melalui kunjungan yang dilakukan Presiden Kennedy ke-11 negara bagian pada September 1963, namun dengan beberapa alasan kunjungan tersebut tidak mampu membawa isu lingkungan ke dalam agenda nasional. Upaya terus dilakukan Gaylord untuk merealisasikan idenya. Setelah tur Kennedy, Gaylord melakukan kampanyenya sendiri ke beberapa negara bagian. Di seluruh pelosok negara, bukti penurunan kualitas lingkungan terjadi di mana-mana. Semua orang menyadarinya, kecuali kalangan politik.

Akhirnya pada musim panas 1969 Gaylord mengetahui bahwa aksi demonstrasi anti-perang Vietnam telah menyebar secara luas melalui perguruan tinggi di seluruh negeri. Dari sana ia mendapat ide untuk melakukan hal yang sama dalam kempanye lingkungannya. Ia memilih kalangan bawah dalam melakukan aksi protes terhadap kerusakan lingkungan. Pada sebuah konferensi di Seattle September 1969, Gaylord mengumumkan akan mengadakan demonstrasi secara nasional pada musim semi 1970 atas nama lingkungan dan setiap orang diundang untuk berpartisipasi. Setelah itu, berbagai surat, telegram, dan telepon mengalir dari seluruh negeri.

Warga Amerika akhirnya menemukan sebuah forum untuk mengungkapkan kepeduliannya atas penurunan kualitas tanah, sungai, danau, dan udara di lingkungan mereka. Pada 30 November 1969 New York Times melaporkan terjadinya peningkatan aktivitas kepedulian terhadap lingkungan di seluruh negeri terutama di kampus-kampus dan suatu hari untuk peringatan permasalahan lingkungan tengah dirancang untuk untuk musim semi mendatang yang dikoordinasi oleh Senator Gaylord Nelson. Hal ini menjadi bukti keberhasilan perjuangan Gaylord Nelson dalam mengedepankan isu lingkungan sebagai agenda nasional.

” Saat ini, Hari Bumi selalu diperingati di setiap penjuru dunia, seperti di Indonesia khususnya Kalbar dan dilakukan dengan berbagai aksi nyata oleh sejumlah aktivis lingkungan, mahasiswa maupun masyarakat,” jelasnya.

Dalam perjalan menuju Bukit Kelam ini, menurut satu diantara anggota Expedisi, Satria Muaz Hakim dari Fisip Untan, menuturkan rombongan melakukan perjalan berjam-jam dari Kota Pontianak menuju Kota Sintang menggunakan kendaran roda dua. Setibanya di Sintang, pihaknya berkoordinasi bersama Mahasiswa Pencinta Alam dari Universitas Kapuas Sintang untuk mempersiapkan segalanya.

” Kondisi ektrem pun tak dapat kami hindari disetiap perjalanan, namun lewat tekad dan persiapan yang kuat kami siap mendaki ke puncak bukit Kelam,” katanya.

Ekpedisi dimulai pada, Sabtu (25/4) pendakian dimulai sekitar pukul 17.00 sore dan tiba di puncak pada pukul 21.00 malam.

” Saat dipendakian berbagai tantangan kami dapati, mulai terganggunya pernafasan, medan sangat licin dan berbahaya pasca turunnya hujan dan angin badai yang cukup kuat,” katanya.

Setiba di puncak Bukit Kelam, tambahnya kegiatan pun langsung dilaksanakan dimulai dengan mengexplores kekayaan alam bukit kelam dan melakukan aksi sosial membersihkan puncak bukit kelam dari sampah/coretan maupun kerusakan lingkungan lainnya yang disebabkan ulah manusia yang tidak bertanggungjawab.

Beberapa aksi tersebut di atas mungkin tidak akan langsung mempengaruhi emisi karbon secara global, namun akan menunjukkan kekuatan kolektif bila aksi hijau yang kecil ini dilakukan tiap hari oleh banyak individu. Pada hari bumi ini, ada beberapa topik penyelamatan bumi yang dapat diwacanakan kembali seperti konservasi energi, daur ulang, memperbaharui habitat alam, memberi contoh hidup sehat, membuat halaman dan lingkungan yang ramah bagi ekologi serta melindungi satwa yang terancam punah. Ini dilakukan sebagai upaya menginformasikan kepada masyarakat tentang permasalahan polusi udara, air dan tanah, kerusakan habitat, ancaman kepunahan ratusan bahkan ribuan spesies flora dan fauna dan ancaman habisnya sumber daya alam yang tidak diperbaharui. (*)

__Terbit pada
28/04/2015
__Kategori
Sintang

Penulis: Admin Media Kapuas Raya